Tuesday 29 June 2010

PP NO 14 THN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pejabat Negara mempunyai hak politik untuk ikut serta dalam kampanye pemilihan umum sepanjang berstatus sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, calon Presiden, calon Wakil Presiden, anggota Tim Kampanye, atau sebagai anggota Pelaksana Kampanye;
b. bahwa untuk menciptakan keseimbangan antara hak politik Pejabat Negara dalam berkampanye dan kewajiban memelihara keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan pemerintahan daerah, perlu mengatur pelaksanaan kampanye pemilihan umum bagi Pejabat Negara; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Bagi Pejabat Negara Dalam Melaksanakan Kampanye Pemilihan Umum; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4721); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836); 6. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pejabat Negara adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. 2. Cuti adalah tidak masuk kerja berdasarkan izin dari pejabat yang berwenang dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 3. Fasilitas negara adalah sarana dan prasarana yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 4. Kampanye Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Kampanye Pemilu adalah Kampanye Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 5. Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah kegiatan peserta Pemilihan Umum dan/atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan program-programnya. 6. Kampanye Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang selanjutnya disebut Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah kegiatan dalam rangka meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Pasangan Calon. 7. Status non aktif adalah status seorang Pejabat Negara yang tidak melaksanakan tugas jabatannya untuk sementara waktu karena yang bersangkutan diberi izin mengikuti Kampanye Pemilu. 8. Menteri adalah Menteri dan pejabat setingkat Menteri. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 2 (1) Pejabat Negara yang berasal dari Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. (2) Pejabat Negara yang bukan berasal dari Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye Pemilu apabila berstatus sebagai: a. calon anggota DPD; b. calon Presiden atau calon Wakil Presiden; c. anggota Tim Kampanye dan/atau Pelaksana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 3 Dalam melaksanakan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pejabat Negara menjalankan cuti atau non aktif, dan tidak menggunakan fasilitas negara. Pasal 4 Dalam melaksanakan Kampanye Pemilu, Pejabat Negara wajib menjamin terwujudnya misi dan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan negara, serta asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Pasal 5 (1) Permintaan cuti Pejabat Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, diajukan dengan ketentuan: a. Menteri kepada Presiden; b. Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri; c. Bupati dan/atau Wakil Bupati, Walikota dan/atau Wakil Walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. (2) Presiden dan Menteri Dalam Negeri memberikan izin dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1). (3) Permintaan cuti diajukan paling lambat 12 (dua belas) hari sebelum pelaksanaan Kampanye Pemilu. (4) Pemberian cuti diselesaikan selambat-lambatnya 4 (empat) hari terhitung mulai tanggal diterimanya permintaan. Pasal 6 Permintaan cuti bagi Pejabat Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) memuat: a. jadwal dan jangka waktu Kampanye Pemilu; b. tempat/lokasi Kampanye Pemilu. BAB III CUTI PEJABAT NEGARA DALAM KAMPANYE PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD Pasal 7 (1) Cuti bagi Pejabat Negara untuk melakukan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD disesuaikan dengan jangka waktu Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum untuk anggota DPR, DPD, dan DPRD. (2) Jadwal dan jumlah hari cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dengan memperhatikan kewajiban Pejabat Negara untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan negara. Pasal 8 Pelaksanaan cuti bagi Presiden dan Wakil Presiden yang akan melakukan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD diatur berdasarkan kesepakatan antara Presiden dan Wakil Presiden, sesuai dengan jadwal kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Pasal 9 Jadwal Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum mulainya kampanye dalam bentuk rapat umum. Pasal 10 (1) Menteri yang berasal dari partai politik dapat meminta dan memperoleh cuti Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. (2) Menteri yang bukan dari partai politik dapat meminta dan memperoleh cuti Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a. (3) Lama cuti bagi Menteri yang melaksanakan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat diberikan paling lama 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa kampanye. (4) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 11 (1) Menteri Sekretaris Negara mengatur jadwal cuti para Menteri untuk melaksanakan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. (2) Jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Menteri Sekretaris Negara kepada Presiden dan disampaikan kepada Menteri yang bersangkutan serta kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Menteri yang bersangkutan memulai Kampanye Pemilu. Pasal 12 Dalam hal ada pelaksanaan tugas pemerintahan yang mendesak dan harus segera diselesaikan, Presiden dapat memanggil Menteri yang sedang melakukan kampanye untuk menyelesaikan tugas dimaksud. Pasal 13 (1) Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang berasal dari partai politik, dapat meminta dan memperoleh cuti Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. (2) Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang bukan dari partai politik, dapat meminta dan memperoleh cuti Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam status sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a. (3) Apabila Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota masing-masing melaksanakan cuti kampanye dalam waktu yang bersamaan, pelaksanaan tugas pemerintahan sehari-hari diselenggarakan oleh Sekretaris Daerah. (4) Pelaksanaan tugas pemerintahan oleh Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. BAB IV CUTI DAN STATUS NON AKTIF PEJABAT NEGARA DALAM KAMPANYE PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Pasal 14 Pelaksanaan cuti Presiden dan Wakil Presiden dalam rangka Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan jadwal kampanye Pemilu yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Pasal 15 (1) Cuti bagi Pejabat Negara untuk melakukan Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden: a. untuk Menteri, diatur sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 12; b. untuk Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. (2) Pengaturan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan misi dan kelancaran pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara. Pasal 16 Jadwal cuti Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden disampaikan Menteri Sekretaris Negara kepada Komisi Pemilihan Umum paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum mulainya masa kampanye. Pasal 17 (1) Menteri sebagai anggota Tim Kampanye dan/atau Pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dapat diberikan cuti. (2) Lama cuti bagi Menteri yang melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat diberikan paling lama 1 (satu) hari kerja dalam setiap minggu selama masa kampanye. (3) Hari libur adalah hari bebas untuk melakukan kampanye di luar ketentuan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 18 Dalam hal ada pelaksanaan tugas pemerintahan yang mendesak dan harus segera diselesaikan, Presiden dapat memanggil Menteri yang sedang melakukan kampanye untuk menyelesaikan tugas dimaksud. Pasal 19 (1) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengajukan permohonan izin kepada Presiden. (2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan surat permohonan izin kepada Presiden paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik di Komisi Pemilihan Umum. (3) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan non aktif dengan Keputusan Presiden bagi Gubernur/Wakil Gubernur, dan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. (4) Apabila Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan non aktif secara bersamaan, pelaksanaan tugas pemerintahan sehari-hari di daerah yang bersangkutan dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. (5) Pelaksanaan tugas pemerintahan oleh Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. Pasal 20 (1) Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota yang ikut sebagai anggota Tim Kampanye dan/atau Pelaksana Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dapat diberikan cuti. (2) Apabila Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan Wakil Walikota yang telah ditetapkan sebagai anggota Tim Kampanye dan/atau Pelaksana Kampanye melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam waktu yang bersamaan, pelaksanaan tugas pemerintahan sehari-hari diselenggarakan oleh Sekretaris Daerah. (3) Pelaksanaan tugas pemerintahan oleh Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. BAB V PEMBATASAN BAGI PEJABAT NEGARA DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM Pasal 21 (1) Dalam melaksanakan Kampanye Pemilu, Pejabat Negara dilarang: a. menggunakan fasilitas negara; b. memobilisasi aparat bawahannya untuk kepentingan kampanye; c. menggunakan dan/atau memanfaatkan dana yang bersumber dari keuangan negara baik secara langsung maupun tidak langsung; dan/atau d. menggunakan fasilitas Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. (2) Fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa: a. sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas Pejabat Negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya; b. gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik Pemerintah Provinsi, milik Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali daerah terpencil yang pelaksanaannya harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan; c. sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, dan peralatan lainnya, serta bahan-bahan. (3) Gedung atau fasilitas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disewakan kepada umum dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 22 (1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai kondisi lapangan secara profesional dan proporsional. (2) Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden maka fasilitas negara yang melekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil Presiden. (3) Terhadap calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang bukan Presiden dan Wakil Presiden, selama berkampanye diberikan fasilitas pengamanan dan pengawalan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. (4) Pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibiayai dari anggaran negara. (5) Ketentuan lebih lanjut bagi pelaksanaan pengamanan dan pengawalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 23 (1) Menteri yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya. (2) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik di Komisi Pemilihan Umum. (3) Surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditarik kembali. (4) Pemberhentian Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2004 tentang Kampanye Pemilihan Umum Oleh Pejabat Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4370), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 2009 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 31
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA BAGI PEJABAT NEGARA DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM I. UMUM Pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden perlu diselenggarakan lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dalam penyelenggaraan pemilihan umum diadakan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh peserta pemilihan umum, dan rakyat mempunyai kebebasan untuk mengikuti dan menghadiri kampanye. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden memuat pelaksanaan kampanye termasuk ketentuan kampanye bagi Pejabat Negara. Pejabat Negara yang dimaksud dalam kedua Undang-Undang tersebut, yaitu Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota. Pada saat melakukan kampanye, Pejabat Negara harus memenuhi ketentuan penggunaan fasilitas negara yang melekat dan terkait dengan jabatannya. Di samping itu, cuti bagi Pejabat Negara untuk melaksanakan kampanye perlu memperhatikan keseimbangan hak politik untuk berkampanye serta kewajiban untuk tetap memelihara terselenggaranya misi dan kelancaran tugas-tugas pemerintahan. Untuk pelaksanaan kampanye secara transparan serta untuk memenuhi tuntutan publik, maka ketentuan mengenai tata cara bagi Pejabat Negara dalam melaksanakan kampanye dan penggunaan fasilitas negara dalam kampanye pemilihan umum perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Tim Kampanye dan/atau Pelaksana Kampanye adalah Tim Kampanye dan/atau Pelaksana Kampanye yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Pejabat Negara yang melaksanakan kampanye diatur secara bergantian agar tercipta keseimbangan hak politik untuk berkampanye dengan kewajiban memelihara kelancaran tugas-tugas pemerintahan. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan jangka waktu pengajuan cuti dalam ayat ini dimaksudkan untuk mengatur jadwal cuti serta pendelegasian pelaksanaan tugas dari Pejabat Negara yang berkampanye kepada pejabat yang ditunjuk. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Yang dimaksud dengan ”tugas pemerintahan yang mendesak” adalah keadaan yang membutuhkan penanganan secara cepat demi keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan serta kepentingan bangsa dan negara antara lain bencana alam, wabah penyakit endemik, serangan terorisme, kerusuhan massal. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pelaksanaan tugas pemerintahan sehari-hari oleh Sekretaris Daerah hanya sebatas tugas-tugas yang bersifat administratif. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Yang dimaksud dengan ”tugas pemerintahan yang mendesak” adalah keadaan yang membutuhkan penanganan secara cepat demi keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan serta kepentingan bangsa dan negara antara lain bencana alam, wabah penyakit endemik, serangan terorisme, kerusuhan massal. Pasal 19 Ayat (1) Untuk menjaga etika penyelenggaraan pemerintahan, maka Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota akan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta izin terlebih dahulu atas pencalonannya kepada Presiden. Arti permintaan izin, pada dasarnya bersifat ”memberitahukan” karena Presiden tidak menghalang-halangi hak politik bagi para pejabat tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pelaksanaan tugas pemerintahan sehari-hari oleh Sekretaris Daerah hanya sebatas tugas-tugas yang bersifat administratif. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang termasuk dalam alat transportasi dinas lainnya adalah pesawat udara, kapal laut, speed boat. Huruf b Fasilitas negara khususnya di daerah terpencil diperbolehkan penggunaannya oleh Pejabat Negara sepanjang fasilitas sejenis yang layak tidak tersedia untuk disewa selain fasilitas pemerintah yang ada. Huruf c Yang dimaksud dengan peralatan lainnya dan bahan-bahan adalah mesin faksimili, mesin fotokopi, kertas, kamera, LCD/Infocus, komputer, dan lain-lain. Ayat (3) Yang dimaksud dengan gedung atau fasilitas negara yang disewakan adalah gedung atau fasilitas negara yang dapat dipergunakan oleh umum dengan membayar sewa sesuai dengan tarif yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4980

2 comments:

DEAD LINE said...

Referensinya tlg ditamba dong...

LPPM INDONESIA said...

Trims atas sarannya bro...