Saturday 21 March 2015

DINILAI JANGGAL, PROYEK BAK PENAMPUNGAN PDAM LUTRA DISOAL

Tampak sebuah alat berat berupa Exavator yang digunakan sebagai Pencampur Beton "Mixer" pada Proyek pembangunan Bak Penampungan Air Minum PDAM Luwu Utara
 Lutra, tindnews-
Pembangunan tahap dua sejumlah Proyek sejumlah sarana pendukung PDAM Luwu Utara di daerah Maipi, Kota Masamba, yang diperkirakan menelan anggaran hingga puluhan milyar rupiah, telah rampung diakhir tahun 2014.
Meski demikian, sejumlah tanya masih tersisa dalam benak masyarakat, hingga kalangan aktivist LSM.
Pasalnya, pekerjaan yang di kerjakan PT.Karya Pribumi Nusantara (PT.KPN) kala itu, diduga kuat tidak sesuai bestek, alias tidak standar.
Selain bahan yang digunakan, pemasangan Pipa Induk diatas bahu jalan yang menghubungkan Kota Masamba dengan Desa Maipi, juga patut dipertanyakan.
Hal ini diungkapkan Hendra, salah satu Tim Investigasi Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (LPPM Indonesia).
Dalam pernyataannya yang diterima kantor redaksi Lintas Berita Sulawesi, Hendra mengaku memiliki sejumlah data tentang adanya indikasi kesalahan dalam pembangunan salah satu mega Proyek yang dikerjakan diwilayah kabupaten Luwu Utara ini.
Menurutnya, salah satu indikasi kuat tentang adanya indikasi ketidaksesuaian antara bangunan dan spesifikasinya, yakni material yang digunakan, hingga proses pelaksanaan pelerjaannya.
Salah satu bukti yang dimaksudkan, yakni adanya dokumentasi berupa video yang memperlihatkan proses pencampuran material beton dengan menggunakan kendaraan berat, berupa excavator.
Dalam video tersebut tampak sebuah excavator sedang mengangkat pasir bercampur batu sungai, kemudian dicampur dengan semen.
Tidak hanya itu, seolah ingin “mempercepat” sekaligus “mengirit” biaya, pasir bercampur batu yang telah dicampur semen, kemudian diaduk menggunakan excavator.
“Ini kan aneh. Baru kali ini kami menyaksikan ada beton yang menggunakan sirtu yang biasanya digunakan sebagai timbunan, tapi ditempat ini justru dijadikan campuran beton.” Ungkapnya heran.
Lebih jauh Hendra mengungkapkan, selain tidak menggunakan batu pecah yang disebutnya cipping, mutu betonnya pun sudah sangat patut dipertanyakan.
“Setau saya, yang namanya Beton, pasti ada ukuran mutunya, misalnya Mutu K-300, atau sedikitnya K-225. Kalau hanya menggunakan Bucket excavator sebagai alat ukur, ditambah dengan ukuran air yang tidak jelas serta sirtu kali yang biasanya dijadikan timbunan, apakah itu masih layak dikatakan beton.” Tutur Hendra dengan nada tanya.
Hal senada disampaikan seorang tokoh Pemuda, yang juga mantan anggota DPRD Luwu Utara.
Menurutnya, permasalahan ini juga telah dibahas digedung DPRD Luwu Utara, dengan mengundang Dinas PU, Tata Ruang, PDAM, hingga pihak pelaksana.
“Sayangnya, dari beberapa kali pertemuan, pihak pelaksana (PT.KPN,red) tidak hadir.” Ungkap mantan anggota DPRD Luwu Utara yang enggan namanya dikorankan.
Lebih jauh Tokoh Pemuda yang masih menjabat sebagai anggota DPRD pada saat proyek ini dikerjakan, mengakui jika proses Hearing di DPRD saat itu didasarkan atas adanya laporan dari masyarakat melalui LPPM Indonesia cabang Luwu Utara.
“Waktu itu, rekan-rekan dari LPPM Indonesia di Luwu Utara bersurat ke DPRD, dan kemudian kami selaku perwakilan masyarakat, kemudian menindaklanjuti dengan mengundang semua pihak terkait, termasuk pihak Pelaksana, namun yang hadir hanya unsur pemda Luwu Utara. Pihak Pelaksana justru tidak mau hadir.” Jelasnya.
Tokoh Pemuda yang juga mantan aktivist ini juga mengungkapkan, setelah menerima surat dari LPPM Indonesia, kemudian ditindaklanjuti dengan mengundang semua unsur terkait, pihak DPRD juga telah meninjau langsung Lokasi Pembangunan Bak yang sedang dipersoalkan kala itu.
“Usai meninjau langsung dilapangan, DPRD Luwu Utara kembali mengagendakan pertemuan, namun lagi-lagi PT.KPN sebagai pelaksana, tidak kunjung hadir.” Tambahnya.
Keberadaan Bak Penampungan air yang disebut-sebut tidak sesuai bestek ini, akhirnya menimbulkan kekhawatiran lain dikalangan masyarakat.
Rusman, seorang pemuda asal Masamba, yang mengaku pernah menyaksikan langsung proses pembuatan Bak penampungan Air dengan menggunakan excavator sebagai pengganti mixer, mengaku khawatir akan kekuatan dan ketahanan mega proyek ini.
“kalau pengecoran besar biasanya saya liat pake mobil mixer, atau paling tidak pake molen untuk mencampur biar material dengan semen menyatu. Tapi anehnya ini pekerjaan yang di pake malah alat berat pak, jadi sudah pasti biar tanah juga ikut diaduk. Selain itu, pasti tidak rata juga pak. Apalagi materialnya bukan batu yang dipecah, tapi sirtu yang dari sungai. Jangan sampai ini jebol. Matiki’ nanti disini” Jelas Rusman khawatir.
Saat wartawan media ini mendatangi Lokasi Proyek yang disebut bermasalah, seorang lelaki paruh baya yang mengaku tinggal di Desa Maipi juga mengungkapkan keheranannya saat menyaksikan pembuatan proyek penampungan Air PDAM Luwu Utara ini.
“Dulu waktu ini dikerjakan, adaji batu yang dipecah, tapi tidak dipake. Nanti dipake kalau ada lagi orang yang datang foto-foto pak.” Tutur pria paruh baya ini, sembari meminta tidak disebutkan namanya.
Menyikapi adanya indikasi kuat terjadinya tindak pidana korupsi dalam pembangunan Bak Penampungan Air yang menelan anggaran Puluhan Milyar ini, Syamsir, Ketua DPC LPPM Indonesia wilayah Luwu Utara menegaskan akan menyampaikan permasalahan ini kepada aparat penegak hukum.
“Selaku lembaga sosial kontrol, Kami dari LPPM Indonesia, akan menyampaikan hal ini kepada aparat penegak hukum, termasuk menyerahkan sejumlah bukti pendukung guna menunjang proses penyelidikan dan penyidikan nantinya.” jelas Syamsir.
Kepada awak media ini Syamsir juga menegaskan, akan terus mengawal proses penanganannya ditangan aparat penegak hukum setelah permasalahan ini disampaikan.
“Kalau kami sudah Laporkan, kami juga akan mengawal perkembangan penanganan Laporan kami. Itu aturan mainnya kami.” tegasnya.
Terlepas dari adanya dugaan tindakpidana korupsi yang dapat merugikan keuangan Negara dalam pembangunan proyek ini, sorotan yang dilayangkan LPPM Indonesia juga didasarkan atas beberapa pertimbangan lain, misalnya, lanjut Syamsir.
“Kalau Bak ini tidak sesuai bestek, lalu kemudian jebol, bukan hanya pemerintah, namun juga akan merugikan Masyarakat Luwu Utara sebagai penerima manfaat. Apalagi masyarakat dan para petani yang ada disekitar bangunan itu. Semua tanaman, hingga sawahnya akan rusak. Inilah dampak yang harus dipikirkan.” Urai Syamsir. (Hamsa).

No comments: