Tuesday 19 August 2014

MARAK PUNGLI DI JALUR TRANS SULAWESI KAPOLDA DIMINTA TEGAS



Makassar,-
Ulah sejumlah oknum aparat yang bertugas disepanjang jalur perlintasan trans sulawesi dikeluhkan sejumlah masyarakat.
Pasalnya, dibeberapa daerah seperti Maros, Pangkep, Barru, Pare-Pare, Sidrap, Wajo, Luwu, Kota Palopo hingga Kabupaten Luwu Timur disinyalir berdayakan praktek pungutan liar alias Pungli.

Menurut keterangan sejumlah pengemudi yang ditemui wartawan, setiap mereka melintas baik siang maupun malam, mereka harus menyerahkan sejumlah uang “Setoran” kepada oknum petugas, baik yang berseragam Polisi, Polisi Kehutanan, hingga yang berseragam Dinas Perhubungan.
Kepada wartawan, pengemudi tersebut mengaku terpaksa harus menyerahkan sejumlah uang kepada para Oknum tersebut agar tidak dipersulit.
“Dari pada kami dikejar dan dipersulit, mending kami singgah pak.” Seloroh salah satu kondektur truk.
Tidak hanya itu, beberapa pengemudi yang sempat ngopi bareng disekitar salah satu Pos Polisi dijalur perlintasan trans Sulawesi, justru memberikan keterangan yang lebih mencengangkan.
Seorang pengemudi asal kota Palu, propinsi Sulawesi Tengah bahkan mengaku harus rela mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah jika melintas di Jalur Poros Trans Sulawesi Selatan.
Dikatakannya, selain untuk oknum Polisi ditiap Pos, mereka juga terpaksa harus menyiapkan “Setoran wajib” tambahan kepada Oknum anggota dinas perhubungan yang mereka lewati.
“Terutama yang dijembatan timbang, itu wajib pak.”ungkapnya.
Dalam penjelasannya, para pengemudi bahkan kerap kali mengaku dihadang oknum yang berseragam dan berkendara Polisi ditengah jalan, dengan tujuan meminta sejumlah uang.
“Itu selain yang dipos pak.”sambung pengemudi lainnya.
Keterangan sejumlah pengemudi tersebut mengusik para kuli tinta yang kebetulan berada dilokasi. Wartawan media ini pun mencoba melakukan penelusuran bersama beberapa anggota LSM kebeberapa titik yang sebut “area sarang pungli”.
Saat Tim Media bersama Aktivist LSM melintas di daerah jembatan timbang Larompong Kabupaten Luwu, ditemukan beberapa truk yang tidak melewati “Timbangan”, namun tetap menyerahkan sejumlah uang. Bahkan ditempat tersebut ditemukan beberapa pengemudi hanya memarkir kendaraannya ditepi jalan depan jembatan timbang, dan menyuruh kondektur untuk menemui petugas untuk menyerahkan sejumlah uang.
Saat ditanya wartwan, dengan santai sopir dan petugas yang berada di Pos Jembatan Timbang tersebut mengatakan “itu biasa”.
Kondisi serupa pun ditemukan dibeberap jembatan timbang yang berada diJalur Trans Sulawesi, seperti Jembatan Timbang Karetan Kabupaten Luwu dan Jembatan Timbang Kera Kabupaten Wajo.
Kondisi terparah bahkan ditemukan di Jembatan Timbang Data’e - Sidrap, Jembatan Timbang Pare-Pare, dan Jembatan Timbang Maccopa - Barru.
Ditiga Lokasi tersebut dengan terang-terangan para petugas hanya memberhentikan kendaraan ditepi jalan, dan mengarahkan para pengemudi untuk menemui petugas yang ada diloket jembatan timbang, tanpa mengarahkan kendaraan untuk melalui Jembatan timbang.
Saat ditemui wartawan diruang kerjanya, selasa, 20/8/2014, Lasuke, Kepala Timbangan Data’e mengaku tidak mampu memaksa kendaraan untuk melewati jembatan timbanga.
Kepada Tim media bersama beberapa anggota LSM yang hadir, Lasuke berkilah takut untuk memaksa pengemudi memasuki jembatan timbang.
Selain mengaku takut diamuk masyarakat, Lasuke juga menuding kondisi jembatan, pengadilan hingga polisi mempunyai andil sehingga dirinya tidak bisa menjalankan aturan secara tegas ditempat tugasnya.
Saat ditanya apakah pernah menemukan kendaraan yang melebihi kapasitas muatan, Lasuke pun membenarkan. Namun dirinya lagi-lagi mengaku tidak bisa berbuat banyak karena polisi dan pengadilan tidak mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukannya, seperti memproses para pengemudi yang melanggar aturan.
Yang lebih mengherankan lagi, Lasuke mengaku tidak bisa membongkar kelebihan muatan pada kendaraan karena tidak adanya anggaran.
“ya semestinya dibongkar. Tapi sekarang sudah tidak ada anggarannya pak. Masa si korban yang disuruh kasi turun barangnya pak.” Kilahnya lagi.
Lebih jauh Lasuke menjelaskan, perlakuannya dilapangan (Pungutan tanpa menimbang, red), juga telah diketahui oleh atasannya didinas perhubungan propinsi Sulawesi selatan.
Saat ditanya tentang adanya pemberian dari pengemudi kepada anggotanya, alasan klise pamungkas pun keluar.
“ah itu kan pengertian ji pak”. Tutur Lasuke sembari tersenyum.
Ironisnya, meskipun diakui sebagai pemberian sukarela, namun perlakuan oknum petugas di lokasi terlihat memaksa. Hal ini mengingat adanya penghentian kendaraan yang dilakukan oleh oknum petugas di Jalan Poros depan jembatan timbang.
Kondisi yang tak jauh berbeda pun ditemukan di Jembatan Timbang Pare-pare.
Perbedaanya, hanya pada dukungan personil yang berada dilokasi. Selain terkesan banyak, di jembatan timabng ini ditemukan Oknum berpakaian layaknya anggota TNI yang mangkal. Saat wartawan mencoba mencari kepala timbangan, beberapa petugas yang berpakaian dinas perhubungan mengatakan jika kepala timbang sedang tidak ada.
“Kepala timbang tidak ada ditempat pak”. Sambut oknum petugas perhubungan tersebut kepada wartawan.
Selain jembatan timbang, praktek pungli lain berkedok pemberian sukarela pun ditemukan dibeberapa titik di ruas jalan trans yang menghubungkan Sulawesi Selatan dan beberapa propinsi tetangga.
Dari sekian banyak Pos Polisi di Jalur Trans Sulawesi yang disinyalir marak berdayakan praktek Pungli, yang paling meresahkan para pengendara yakni Pos Lalu lintas Tarumpakkae-Wajo, Pos Lalulintas Pare-pare, dan Pos Lalu Lintas Barru.
Saat Tim media melintas di kabupaten Wajo, ditemukan sejumlah kendaraan berderet didepan Pos Polisi Lalulintas Tarumpakkae - Kabupaten Wajo.
Beberapa Pengemudi yang sempat ditemui dilokasi itu mengaku berhenti untuk menyerahkan uang kepada petugas Lalulintas yang ada dipos tersebut karena takut dikejar.
Dari keterangan sejumlah pengemudi, diketahui jika tiap pengemudi dikenakan tariff bervariasi, mulai dari Rp.10.000 – Rp.50.000.
Sejumlah masyarakat yang berada disekitar lokasi pun membenarkan adanya dugaan praktek pungutan liar di Pos Polisi yang didirikan beberapa tahun lalu.
Saat wartawan mencoba mendekati Pos Polisi tersebut, seorang yang tampak sedang menerima “uang” dari para pengemudi yang datang pun mengakui praktek penerimaan uang dari pengendara truk dan pick up yang melintas didaerah itu.
Kepada wartawan, oknum tersebut bahkan mengakui jika hasil pungutannya tiap malam sering diserahkan langsung kepada Kasat Lantas di Lokasi itu.
“Kalau mau dapat (Kasat), datangki sekitar jam satu.” Ungkapnya polos kepada wartawan.
Menyikapi maraknya pungli disepanjang jalan trans Sulawesi, Andi Samsu Alam, Koordinator Tim Investigasi Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) meminta Kapolda sulselbar mengambil langkah tegas atas temuan ini.
Kepada wartawan, aktivist penggiat korupsi yang kerap disapa Andi Alam ini bahkan menantang Kapolda sulselbar untuk turun langsung kelapangan membuktikan kebenarannya.
Menurut Andi Alam, maraknya praktek pungutan liar dilapangan, khususnya dijalur trans Sulawesi, mengindikasikan lemahnya pengawasan dan penindakan dari pimpinan polri di daerah ini, khususnya KApolda Sulselbar.
“Jadi kalau beliau benar-benar serius, sekarang buktikan dengan memberantas praktek pungutan liar dilapangan”. Tantangnya.(Hermawan/Sl).

No comments: