Wednesday 13 November 2013

APARAT DITUDING MASUK ANGIN, NASIB RONNY KIAN TAK JELAS



KTIVIST LSM LAPORKAN PENYIDIK DAN PENUNTUT
Palopo, –
Tidak jelasnya penanganan kasus laporan dugaan pemalsuan data di Bank BNI Cabang Palopo yang dilaporkan Nasabahnya ke Mapolres Palopo, membuat korban serta sejumlah Aktivist Mahasiswa dan LSM geram.
Akibatnya, korban melalui LSM Pendampingnya melaporkan hal tersebut ke Mabes Polri, Kejagung, KomnasHam, dan beberapa lembaga terkait.

Hal ini disampaikan Ronny Poniman Susanto selaku korban melalui surat terbuka yang dilayangkan ke redaksi SidakPost wilayah sulawesi selatan, yang disertakan dengan satu rangkap laporan lengkap.
Melalui surat laporan No. 017 / DPP / LPPM-I / II /2013, tertanggal 27/2/2013, LPPM Indonesia sebagai Lembaga Pendamping mengungkapkan berbagai kejanggalan yang dirasakan dan dialami Korban selama kasus tersebut berada ditangan penegak hukum.
Didalam surat khusus yang ditandatangani Akbar Ramang selaku Ketua Umum, dan Musnahar selaku Sekretaris Jenderal DPP LPPM Indonesia, Korban mengungkapkan berbagai hal yang dinilainya sebagai bentuk pelanggaran dan pendzaliman yang dilakukan oleh penyidik polri serta kejaksaan.
Dari laporan setebal sembilan halaman yang dilengkapi dengan beberapa lampiran bukti data palsu, korban melalui lembaga pendampingnya menyebutkan jika mereka (Korban,red) telah membiaya salah satu oknum penyidik selama proses penyidikan dilakukan.
Dalam uraiannya, korban mengaku memberikan biaya, saat oknum penyidik tersebut akan berangkat ke Kota Makasar (Ibukota Propinsi sulsel), untuk mendatangi saksi ahli dari Bank Indonesia, dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti.
Menurut Korban, hal ini terpaksa dilakukannya karena oknum penyidik tersebut tidak mau berangkat jika tidak dibiayai, karena mengaku tidak ada dana.
Hal lain yang menjadi sorotan korban bersama lembaga pendampingnya adalah penahanan tersangka Suprianto selama enam Hari oleh Oknum Penyidik, yang tidak dilakukan didalam ruang tahanan sebagaimana layaknya tahanan lain, namun penyidik justru menahan tersangka dalam ruangan penyidik yang dilengkapi dengan fasilitas Air Conditioner (AC).
Selain menyorot sikap dan kinerja penyidik Polri, dalam suratnya, Akbar (Sapaan akrab Akbar Ramang), pun menilai Kejaksaan Negeri Palopo tidak memiliki itikad baik dalam upaya penuntasan kasus perbankan ini. Dicontohkannya, jika jaksa benar-benar serius dan memiliki itikad untuk menuntaskan kasus ini, pihak kejaksaan mestinya tidak menghindar jika akan ditemui oleh korban.
Ditemui dikediamannya dikawasan perumahan BTN Bogar Palopo rabu,27/02/2013, Akbar menuding jaksa berupaya menutu-nutupi proses penanganan kasus ini. Menurut akbar, upaya “menghindar” pihak kejaksaan sangat nampak saat polri berencana melakukan gelar perkara di Mapolres palopo, dimana saat itu AKBP.Endang Rasidin selaku Kapolres, juga mengundang korban serta berbagai elemen masyarakat, diantaranya Aktivist Mahasiswa, LSM dan Wartawan, namun pihak kejaksaan justru tidak mau hadir.
“Kalau jaksa benar-benar serius, tentu mereka datang untuk menjelaskan alasan mereka menolak berkas perkara penyidik polri sampai sembilan kali. Inikan tidak lazim.” Ketusnya.
Tudingan tersebut seolah semakin diperkuat saat dirinya bersama korban beserta beberapa Aktivist Mahasiswa, LSM serta Wartawan mencoba mendatangi kantor kejaksaan negeri palopo untuk mempertanyakan alasan ketidakhadiran jaksa dalam gelar perkara di Mapolres Palopo, jum’at 15/2/2013.
Dijelaskannya, saat tiba di kantor penegak penegak hukum yang berslogan Setia, sempurna, dan bijksana (Satya Adhi Wicaksana), korban beserta rombongan terpaksa harus mengurut dada. Pasalnya jangankan mendapat penjelasan, kantor tersebut ternyata kosong dan nampak tak berpenghuni, padahal saat itu masih jam kerja.
Tidak hanya itu, ulah oknum jaksa yang dinilainya janggal yakni saat gelar perkara pertama dikantor kejaksaan Negeri Palopo, dimana saat itu pihak kejaksaan mengundang korban. Namun anehnya, saat gelar perkara dilakukan, korban dilarang untuk berbicara.
“yang paling mengherankan, korban justru diusir keluar oleh aparat saat gelar perkara. Kalau begitu, untuk apa Gelar Perkara dilakukan, trus apa tujuan korban diundang kalau akhirnya diusir keluar. Apakah hanya formalitas transparansi penanganan perkara..?” ungkap Akbar heran.
Seolah tidak puas, Kepada wartawan media ini, Akbar lagi-lagi mengungkapkan berbagai kejanggalan lain yang dinilainya sengaja dilakukan oleh pihak kejaksaan, yakni ketika Ashari Syam, selaku Jaksa Penuntut dalam perkara ini mengaku tidak bisa menghadiri acara gelar perkara di Mapolres Palopo, karena mendapat larangan dari Kepala Kejaksaan. Saat itu, menurut akbar, Ashari berkilah dilarang Kajari hadir karena ada edaran dari kejagung yang melarang Jaksa untuk menghadiri Acara Gelar perkara diluar kejaksaan.
Ditambahkannya lagi, keanehan terparah yang mereka rasakan (Korban bersama pendampingnya,red), saat pihak Kejaksaan kembali mengadakan gelar perkara, selasa, 26/02/2013 dikantor kejaksaan, tanpa mengundang korban atau kuasa hukumnya. Hal ini pun diberitahukan oleh seorang jaksa kepada korban saat acara gelar perkara usai.
Dari serangkaian kejadian tersebut, korban dan LSM pendampingnya pun seolah makin yakin jika seluruh aparat penegak hukum yang menangani permasalahan ini “Masuk Angin”.
9 KALI BERKAS KASUS BNI DITOLAK JAKSA
Kasus laporan dugaan pencatatan Data Palsu yang dilaporkan Ronny Poniman Susanto, kamis, 17/11/2011, ke Mapolres Palopo, hingga kini masih juga tidak mendapat titik terang. Parahnya lagi, antara jaksa dan penyidik polri seolah memiliki penafsiran hukum yang sangat jauh berbeda, sehingga jaksa harus menolak berkas perkara tersebut sampai sembilan kali.
Sebagaimana telah ramai diberitakan diberbagai media massa, Ronny Poniman Susanto selaku Nasabah Bank BNI, merasa telah dirugikan karena dirinya dimasukkan sebagai salah satu debitur bermasalah, padahal pembayaran kredit yang dilakukannya selalu tepat waktu.
Akibat kesalahan pencatatan itu, Ronny mengklaim telah mengalami kerugian hingga puluhan milyar rupiah.
Ironisnya, meski telah diketahui jika data yang digunakan untuk merusak citra Nasabah adalah data palsu, pihak Bank BNI seolah tidak memiliki niat untuk memperbaikinya. Bahkan pihak Bank BNI hanya menyudutkan salah satu pegawainya (Suprianto) sebagai orang yang bertanggungjawab dalam permasalahan tersebut.
Anehnya lagi, meski telah dinyatakan telah berbuat salah, sebagaimana dinyatakan oleh pimpinannya saat diperiksa di Mapolres Palopo, pihak Bank BNI tetap menggunakan pegawai yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tersebut sebagai pegawai.
Dari serangkaian pemeriksaan di Kepolisian, pihak Bank BNI “sepakat” jika Suprianto lah yang bersalah seorang diri. “Kesepakatan” pernyataan saksi ini pun lagi-lagi diperkuat dan diamini oleh pihak penyidik.
Menurut penyidik, mereka menetapkan Suprianto sebagai “tersangka tunggal”, karena tidak satu pun bukti yang menunjukkan keterlibatan orang lain.
Keputusan penyidik menetapkan suprianto sebagai tersangka tunggal pun membuat berbagai elemen masyarakat kota palopo, khususnya korban kaget.
Pasalnya, korban beserta beberapa Aktivist Mahasiswa dan LSM yang mengikuti dan mengawal perkembangan kasus ini, merasa jika penyidik belum maksimal dalam mengumpulkan bukti-bukti pendukung, namun langsung mengamini pernyataan saksi.
“Ini kan aneh. Penyidk langsung mengiyakan keterangan orang-orang yang justru patut diduga kuat sebagai pelaku, tanpa mencari bukti-buti tambahan.” Jelas Musnahar, salah satu aktivist LSM yang juga turut mengikuti perkembangan kasus BNI yang merugikan nasabahnya ini.
Menurutnya, salah satu hal yang perlu namun belum dilakukan oleh penyidik adalah melakukan penggeledahan dan penyitaan barang tertentu dari Bank BNI yang dipandang bisa menjadi barang bukti, alat bukti, atau minimal petunjuk.
Bantahan ketegasan penyidik dalam menetapkan tersangka tunggal dalam kasus ini pun seolah diamini kejaksaan. Hal ini dibuktikan dengan petunjuk jaksa yang meminta adanya penambahan tersangka lain.
“Penolakan” jaksa tersebut, akhirnya diklaim penyidik polri sebagai pernyataan yang mengada-ada. Dalam keterangannya diberbagai media massa, Polri justru menuding Jaksa tidak konsisten dalam memberikan petunjuk.
Mendapat pertanyaan dan tekanan publik, Jaksa dan Polri pun akhirnya saling lempar tanggungjawab. Tudingan cadas pun tak segan-segan dilontarkan oleh kedua lembaga penegak hukum ini, guna memojokkan salah satu diantaranya.
Akhirnya, selasa 26/2/2013, Korban beserta sejumlah elemen masyarakat pun harus menjadi pendengar yang kebingungan, ketika kedua lembaga penegak hukum ini “sepakat” melakukan gelar perkara “berdua dan tertutup”, hingga korban pun tak diundang.
AKP.Amos Bija, kasat reskrim mapolres palopo yang ditemui korban dikantornya, rabu,27/2/2013, tidak mau memberikan penjelasan.
Meskipun telah mendapat instruksi dari Kapolres untuk menjelaskan hasil gelar perkara tertutup dikantor kejaksaan, namun AKP.Amos Bija, lagi-lagi hanya mengajak korban keruangan pembantu penyidik, serta menunjuk pembantu penyidik tersebut untuk menjelaskan kepada korban, sembari meninggalkan diruangan.
Tak ayal, korban pun merasa berada ditengah-tengah skenario sandiwara yang dimainkan oleh penidik dan jaksa. (AR/Andi/Sl).

Foto : Ronny Poniman Susanto (Nasabah Korban Pemalsuan Data Bank BNI Cab.Palopo) bersama Akbar Ramang, (Ketua Umum DPP LPPM Indonesia) saat menunjukkan Surat Laporan yang akan dilayangkan ke Mabes Polri, Kompolnas, Kejagung, dan beberapa Lembaga terkait. (Andi).

No comments: