KTIVIST LSM LAPORKAN
PENYIDIK DAN PENUNTUT
Palopo, –
Tidak jelasnya penanganan kasus laporan dugaan
pemalsuan data di Bank BNI Cabang Palopo yang dilaporkan Nasabahnya ke Mapolres
Palopo, membuat korban serta sejumlah Aktivist Mahasiswa dan LSM geram.
Akibatnya, korban melalui LSM Pendampingnya melaporkan
hal tersebut ke Mabes Polri, Kejagung, KomnasHam, dan beberapa lembaga terkait.
Hal ini disampaikan Ronny Poniman Susanto selaku korban
melalui surat terbuka yang dilayangkan ke redaksi SidakPost wilayah sulawesi
selatan, yang disertakan dengan satu rangkap laporan lengkap.
Melalui surat
laporan No. 017 / DPP / LPPM-I / II /2013, tertanggal 27/2/2013, LPPM Indonesia
sebagai Lembaga Pendamping mengungkapkan berbagai kejanggalan yang dirasakan
dan dialami Korban selama kasus tersebut berada ditangan penegak hukum.
Didalam surat
khusus yang ditandatangani Akbar Ramang selaku Ketua Umum, dan Musnahar selaku
Sekretaris Jenderal DPP LPPM Indonesia, Korban mengungkapkan berbagai hal yang
dinilainya sebagai bentuk pelanggaran dan pendzaliman yang dilakukan oleh
penyidik polri serta kejaksaan.
Dari laporan
setebal sembilan halaman yang dilengkapi dengan beberapa lampiran bukti data
palsu, korban melalui lembaga pendampingnya menyebutkan jika mereka (Korban,red) telah membiaya salah satu
oknum penyidik selama proses penyidikan dilakukan.
Dalam uraiannya,
korban mengaku memberikan biaya, saat oknum penyidik tersebut akan berangkat ke
Kota Makasar (Ibukota Propinsi sulsel), untuk mendatangi saksi ahli dari Bank
Indonesia, dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti.
Menurut Korban, hal
ini terpaksa dilakukannya karena oknum penyidik tersebut tidak mau berangkat
jika tidak dibiayai, karena mengaku tidak ada dana.
Hal lain yang
menjadi sorotan korban bersama lembaga pendampingnya adalah penahanan tersangka
Suprianto selama enam Hari oleh Oknum Penyidik, yang tidak dilakukan didalam
ruang tahanan sebagaimana layaknya tahanan lain, namun penyidik justru menahan
tersangka dalam ruangan penyidik yang dilengkapi dengan fasilitas Air Conditioner
(AC).
Selain menyorot sikap
dan kinerja penyidik Polri, dalam suratnya, Akbar (Sapaan akrab Akbar Ramang), pun menilai Kejaksaan Negeri Palopo tidak
memiliki itikad baik dalam upaya penuntasan kasus perbankan ini. Dicontohkannya,
jika jaksa benar-benar serius dan memiliki itikad untuk menuntaskan kasus ini, pihak
kejaksaan mestinya tidak menghindar jika akan ditemui oleh korban.
Ditemui
dikediamannya dikawasan perumahan BTN Bogar Palopo rabu,27/02/2013, Akbar
menuding jaksa berupaya menutu-nutupi proses penanganan kasus ini. Menurut
akbar, upaya “menghindar” pihak kejaksaan sangat nampak saat polri berencana
melakukan gelar perkara di Mapolres palopo, dimana saat itu AKBP.Endang Rasidin
selaku Kapolres, juga mengundang korban serta berbagai elemen masyarakat,
diantaranya Aktivist Mahasiswa, LSM dan Wartawan, namun pihak kejaksaan justru
tidak mau hadir.
“Kalau jaksa benar-benar serius, tentu mereka datang
untuk menjelaskan alasan mereka menolak berkas perkara penyidik polri sampai
sembilan kali. Inikan tidak lazim.” Ketusnya.
Tudingan tersebut
seolah semakin diperkuat saat dirinya bersama korban beserta beberapa Aktivist
Mahasiswa, LSM serta Wartawan mencoba mendatangi kantor kejaksaan negeri palopo
untuk mempertanyakan alasan ketidakhadiran jaksa dalam gelar perkara di
Mapolres Palopo, jum’at 15/2/2013.
Dijelaskannya, saat
tiba di kantor penegak penegak hukum yang berslogan Setia, sempurna, dan
bijksana (Satya Adhi Wicaksana), korban
beserta rombongan terpaksa harus mengurut dada. Pasalnya jangankan mendapat
penjelasan, kantor tersebut ternyata kosong dan nampak tak berpenghuni, padahal
saat itu masih jam kerja.
Tidak hanya itu, ulah
oknum jaksa yang dinilainya janggal yakni saat gelar perkara pertama dikantor
kejaksaan Negeri Palopo, dimana saat itu pihak kejaksaan mengundang korban.
Namun anehnya, saat gelar perkara dilakukan, korban dilarang untuk berbicara.
“yang paling mengherankan, korban justru diusir keluar
oleh aparat saat gelar perkara. Kalau begitu, untuk apa Gelar Perkara dilakukan,
trus apa tujuan korban diundang kalau akhirnya diusir keluar. Apakah hanya
formalitas transparansi penanganan perkara..?” ungkap Akbar
heran.
Seolah tidak puas, Kepada
wartawan media ini, Akbar lagi-lagi mengungkapkan berbagai kejanggalan lain
yang dinilainya sengaja dilakukan oleh pihak kejaksaan, yakni ketika Ashari
Syam, selaku Jaksa Penuntut dalam perkara ini mengaku tidak bisa menghadiri acara
gelar perkara di Mapolres Palopo, karena mendapat larangan dari Kepala
Kejaksaan. Saat itu, menurut akbar, Ashari berkilah dilarang Kajari hadir
karena ada edaran dari kejagung yang melarang Jaksa untuk menghadiri Acara
Gelar perkara diluar kejaksaan.
Ditambahkannya
lagi, keanehan terparah yang mereka rasakan (Korban bersama pendampingnya,red),
saat pihak Kejaksaan kembali mengadakan gelar perkara, selasa, 26/02/2013
dikantor kejaksaan, tanpa mengundang korban atau kuasa hukumnya. Hal ini pun diberitahukan
oleh seorang jaksa kepada korban saat acara gelar perkara usai.
Dari serangkaian kejadian tersebut, korban dan LSM pendampingnya pun
seolah makin yakin jika seluruh aparat penegak hukum yang menangani permasalahan
ini “Masuk Angin”.
9 KALI BERKAS
KASUS BNI DITOLAK JAKSA
Kasus laporan dugaan
pencatatan Data Palsu yang dilaporkan Ronny Poniman Susanto, kamis, 17/11/2011,
ke Mapolres Palopo, hingga kini masih juga tidak mendapat titik terang.
Parahnya lagi, antara jaksa dan penyidik polri seolah memiliki penafsiran hukum
yang sangat jauh berbeda, sehingga jaksa harus menolak berkas perkara tersebut
sampai sembilan kali.
Sebagaimana telah
ramai diberitakan diberbagai media massa, Ronny Poniman Susanto selaku Nasabah
Bank BNI, merasa telah dirugikan karena dirinya dimasukkan sebagai salah satu
debitur bermasalah, padahal pembayaran kredit yang dilakukannya selalu tepat
waktu.
Akibat kesalahan
pencatatan itu, Ronny mengklaim telah mengalami kerugian hingga puluhan milyar
rupiah.
Ironisnya, meski
telah diketahui jika data yang digunakan untuk merusak citra Nasabah adalah
data palsu, pihak Bank BNI seolah tidak memiliki niat untuk memperbaikinya.
Bahkan pihak Bank BNI hanya menyudutkan salah satu pegawainya (Suprianto) sebagai
orang yang bertanggungjawab dalam permasalahan tersebut.
Anehnya lagi, meski
telah dinyatakan telah berbuat salah, sebagaimana dinyatakan oleh pimpinannya
saat diperiksa di Mapolres Palopo, pihak Bank BNI tetap menggunakan pegawai
yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tersebut sebagai pegawai.
Dari serangkaian
pemeriksaan di Kepolisian, pihak Bank BNI “sepakat” jika Suprianto lah yang
bersalah seorang diri. “Kesepakatan” pernyataan saksi ini pun lagi-lagi diperkuat
dan diamini oleh pihak penyidik.
Menurut penyidik,
mereka menetapkan Suprianto sebagai “tersangka tunggal”, karena tidak satu pun
bukti yang menunjukkan keterlibatan orang lain.
Keputusan penyidik
menetapkan suprianto sebagai tersangka tunggal pun membuat berbagai elemen
masyarakat kota palopo, khususnya korban kaget.
Pasalnya, korban
beserta beberapa Aktivist Mahasiswa dan LSM yang mengikuti dan mengawal
perkembangan kasus ini, merasa jika penyidik belum maksimal dalam mengumpulkan
bukti-bukti pendukung, namun langsung mengamini pernyataan saksi.
“Ini kan aneh. Penyidk langsung mengiyakan keterangan
orang-orang yang justru patut diduga kuat sebagai pelaku, tanpa mencari
bukti-buti tambahan.” Jelas Musnahar, salah satu
aktivist LSM yang juga turut mengikuti perkembangan kasus BNI yang merugikan
nasabahnya ini.
Menurutnya, salah
satu hal yang perlu namun belum dilakukan oleh penyidik adalah melakukan
penggeledahan dan penyitaan barang tertentu dari Bank BNI yang dipandang bisa
menjadi barang bukti, alat bukti, atau minimal petunjuk.
Bantahan ketegasan
penyidik dalam menetapkan tersangka tunggal dalam kasus ini pun seolah diamini
kejaksaan. Hal ini dibuktikan dengan petunjuk jaksa yang meminta adanya
penambahan tersangka lain.
“Penolakan” jaksa
tersebut, akhirnya diklaim penyidik polri sebagai pernyataan yang mengada-ada.
Dalam keterangannya diberbagai media massa, Polri justru menuding Jaksa tidak
konsisten dalam memberikan petunjuk.
Mendapat pertanyaan
dan tekanan publik, Jaksa dan Polri pun akhirnya saling lempar tanggungjawab.
Tudingan cadas pun tak segan-segan dilontarkan oleh kedua lembaga penegak hukum
ini, guna memojokkan salah satu diantaranya.
Akhirnya, selasa
26/2/2013, Korban beserta sejumlah elemen masyarakat pun harus menjadi
pendengar yang kebingungan, ketika kedua lembaga penegak hukum ini “sepakat”
melakukan gelar perkara “berdua dan tertutup”, hingga korban
pun tak diundang.
AKP.Amos Bija,
kasat reskrim mapolres palopo yang ditemui korban dikantornya, rabu,27/2/2013,
tidak mau memberikan penjelasan.
Meskipun telah
mendapat instruksi dari Kapolres untuk menjelaskan hasil gelar perkara tertutup
dikantor kejaksaan, namun AKP.Amos Bija, lagi-lagi hanya mengajak korban
keruangan pembantu penyidik, serta menunjuk pembantu penyidik tersebut untuk
menjelaskan kepada korban, sembari meninggalkan diruangan.
Tak ayal, korban
pun merasa berada ditengah-tengah skenario sandiwara yang dimainkan oleh
penidik dan jaksa. (AR/Andi/Sl).

Foto : Ronny Poniman Susanto (Nasabah Korban Pemalsuan Data Bank BNI Cab.Palopo) bersama Akbar
Ramang, (Ketua Umum DPP LPPM Indonesia)
saat menunjukkan Surat Laporan yang akan dilayangkan ke Mabes Polri, Kompolnas,
Kejagung, dan beberapa Lembaga terkait. (Andi).
No comments:
Post a Comment